Sabtu, 26 Juli 2008

Menelusuri Jejak Pembunuh Berantai, Jatiwates


Pernah Mengajar TPQ
JOMBANG
Sejak sehari menjelang pencoblosan pilkada 23 Juli lalu, tepatnya Selasa (22/7) di Desa Jatiwates Kecamatan Tembelang, ramai dikunjungi warga. Pasalnya dikampung tersangka pembunuhan Mutilasi Ragunan Jakarta, Ferri Idham Heryansyah (30) aparat kepolisian menemukan lokasi penguburan korban- korban pembunuhan dibelakarng rumah orang tua tersangka. Dari pembongkaran itu, ditemukan 4 mayat yang dikubur diareal pekarangan belakang rumah orang tua tersangka, Ferry.

Ferry, demikian pemuda ganteng ini dikenal juga sebagai guru Ngaji di TPQ yang berada di masjid tidak jauh dari rumahnya. Warga Dusun Maijo, Desa Jatiwates, Kecamatan Tembelang Jombang kini ditetapkan sebagai tersngka pelaku pembantaian beruntun yang dilakukan secara sadis. Yakni, sebagian korbannya dibunuh dan kemudian dikubur di belakang rumahnya di desanya serta sebagian lainnya dibantai kemudian dimutilasi.
Tak ayal, ulah Ferry ini tak hanya membuat banyak orang tidak percaya, tapi juga warga sekitar rumahnya merasa miris melihat kenekatan tersangka. Apalagi Ferry atau Ryan di desanya itu, tergolong pria pendiam yang cenderung berprilaku feminis.
Dan, akibat terbongkarnya kasus pembunuhan beruntun yang dilakukan Ryan, desa yang berada sekitar 15 kilometer utara kota Jombang ini mendadak menjadi sorotan. Tak hanya aparat kepolisian yang hilir mudik berjaga-jaga di rumah yang menjadi saksi bisu aksi kekejaman pelaku, tapi juga rumah yang terkesan angker itu mendadak menjadi pusat perhatian massa.
Terlebih lagi, selama ini rumah bercat coklat yang dihuni Achmad dan Sriatun, orang tua pelaku, selalu tertutup. Bahkan rumah pensiunan satpam PG Jombang Baru itu terkesan terisolir dari pergaulan warga sekitar, karena sikap penghuninya yang inklusif, enggan bergaul dengan tetangganya.
Rumahnya dipagar rapat, termasuk kiri dan kanan rumahnya diberi pagar bambu setinggi sekitar dua meter hinga kebun belakang rumahnya atau lokasi penguburan para korban. Karena itu, tak satupun warga yang mengetahui aktivitas sehari-hari keluarga pelaku, kecuali ibunya yang menjadi pedagang pakaian keliling.
"Jangankan bergaul dengan warga, keluar rumah saja tidak pernah. Makanya, kalaupun ada kundangan (maksudnya, kendurian red) , mereka tidak pernah diundang warga. Lha bagaimana mau ngundang, rumahnya saja ditutup terus," kata Sulton, tetangganya yang persis tinggal di depan rumah orang tua Ryan.
Hal sama juga disampaikan Supriyanto, yang tinggal di sini kiri rumah pelaku. Ia mengaku selama ini, tidak pernah mengetahui jika di rumah sebelahnya menjadi tempat pembantaian dan menjadi kuburan massal korban pembunuhan. "Saya tidak pernah mendengar ada ribut-ribut di rumah itu," katanya.
Dari pengamatan di lapangan, memang sangat kecil kemungkinan korban dibantai di belakang rumanya dengan cara kekerasan. Sebab, selain rumahnya berhimpitan dengan para tetangga, juga kebun di belakang rumah agak terbuka. Ada dugaan korban dibantai di kamar pelaku saat tidur, sebelum dibuang atau dikubur di belakang rumahnya.
Muzaini, Ketua RT 2 yang membawahi rumah tersangka mengaku, selama ini tersangka tidak pernah melaporkan jika di rumahnya ada tamu. Termasuk warga Belanda, yang diduga menjadi salah satu korban pembunuhan. "Kalau pulang biasanya dia malam hari. Makanya, warga sini juga tidak tahu kalau dia membawa teman atau tidak. Sebab, kalau siang, teman yang diajak juga tidak pernah keluar," katanya.
Karena itu, ia sendiri sangat terkejut ketika mendengar di belakang rumahnya banyak dikubur korban pembunuhan. "Jangankan melapor, ketemu keluarga mereka saja tidak pernah. Ryan sendiri kalau mengajak teman, temannya tidak pernah keluar rumah itu," tandasnya.
Di mata tetangganya, jelas Muzaini, Ryan dan orang tuanya adalah keluarga yang tertutup dari lingkungan. Ia tidak pernah bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, termasuk tetangga dan pemerintahan desa. Karena itu, keberadaan keluarga tersebut penuh misteri.
"Kalau menyapa dengan tetangga, ya biasa kalau pas ketemu. Tapi kalau mereka ikut nimbrung atau cangkrukan dengan tetangga, sama sekali tidak pernah. Pokoknya keluarga mereka itu penuh misteri," tandasnya.
Menurut sejumlah warga sekitar, misteri keluarga Ryan memang agak aneh. Informasinya, ketertutupan keluarga mereka itu karena latarbelakang mistis, yakni ada dugaan mempunyai pesugihan. Sebab, menurut sejarahnya, orang tua pelaku adalah dari keluarga terkaya di desanya, yang konon orang tuanya atau Kakek Ryan, mempunyai ingonan mahluk halus.
Karena itu, ketika keluarga Ryan yang secara ekonomi sekarang mulai turun mencoba untuk bangkit kembali. "Bisa juga, para korban itu sengaja dijadikan wadal (korban, red) untuk menebus kekayaan. Sebab, kalau pesugihan itu tidak diteruskan keturunannya, keluarganya bisa mlarat atau rusak ekonominya," kata tetangga yang wanti-wanti tidak mau disebut namanya.
Praduga seperti itu dikaitkan dengan keseharian sosok Ryan yang dikenal pendiam dan sifatnya yang sulit bergaul dengan sembarang orang. "Dia itu kalau sudah berteman, ya itu-itu saja orangnya. Tidak bisa sembarang orang dia mau. Memang dia agak lembeng (maksudnya feminim, red)," kata Sulton tetangganya yang lain.
Kini, kemisterian itu masih menyisakan penuh tanda tanya. Sama seperti misteri yang masih menyelimuti kasus pembunuhan itu.

Tidak ada komentar: